Puisi Pedih Tentang Pecahnya Keluarga: Perjuangan Anak dalam Kehampaan
Keluarga, sebuah entitas yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan kasih sayang, namun terkadang memilukan saat pecah. Puisi pedih tentang pecahnya keluarga menggambarkan perjalanan emosional seorang anak dalam menghadapi kehampaan dan kehilangan akibat perpecahan tersebut. Dalam puisi-puisi ini, terkandung derita, kepedihan, dan perjuangan anak-anak untuk mencari makna dari kehidupan yang berubah drastis. Mari kita telusuri lebih dalam melalui lensa puisi yang menyentuh hati ini.
Keberpihakan Langit yang Terbungkus Lukisan Asa
Saat keluarga retak memekik luka,
Anak mengepak sayap cinta
Menuju redup langit
Dalam butir-butir doa tak bersuara,
Mereka bersujud pada lukisan asa,
Mengukir garis-garis kesedihan
Di balik senyum-senyum palsu,
Mengalir sungai pilu
Langit pun bersaksi pada pertemuan,
Antara hujan air mata dengan gerimis pengharapan
Kesendirian di Tengah Huru-Hara
Kelopak bunga layu dalam pangkuan kesunyian,
Di tikungan waktu yang penuh kepiluan,
Dipeluk petala kemerahan hasrat;
Terkurung sendiri di ruang-ruang sempit,
Perubahan Bukan Niat Menjadi Pecundang Hatimu
Perubahan bukanlah niat untuk menjadi pecundang hatimu
Namun perjalanan menuju kedamaian jiwa
Menerobos badai-badai lalu dengan sabar
Lalu mereka sadari;
Sederajat payung dan hujan,
Keruntuhan juga bertemu penantian
Kesendirian bukan topeng tanpa wajah
Sebuah aliran harapan pecinta hatimu
Menggeser seduhan bait cinta dan air mata
Menelanjangi bulir-bulir ricuh jiwa
Namun pelangi tetap tercipta
Walau warnanya pudar oleh senja menyerah
Elok sesungguhnya penantianmu;
Berasa gadis rindumu pada surya pagi;
Terbakar janin asmaramua
Bebaslah bermimpi di taman cita!
Meski nyata ketika kau terbangun adalah simbol
Pecunda-rindumu
;39′;09
Terbentuklah dinding putih hatiku
Hanya punya satu permohonan winarahati:
Percayalah api rinduku pd jiwamu
Kerna itu pula aku tak akan menjebolinya
Apalah artinya jika usia kita panjang namun tidak bahagia?
Berlari sejauh langkahmu!
rupanya sampanye telah benar-benar menghilangkan rasamu
kini hanya tersisa gelas-gelas kosong sepanjang usiamu
Itulah kita ( sedikit demi sedikit )
menggila mengatakan bahwa kita tak ingin mati tapi (sedikit demi sedikit)
aku yakin kita akan bunuh dirimu.