Info Tips

10 Kata Kata Mutiara Bahasa Jawa Sarat Filosofi

1
×

10 Kata Kata Mutiara Bahasa Jawa Sarat Filosofi

Share this article

Bahasa Jawa, lebih dari sekadar alat komunikasi, merupakan khazanah budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur dan filosofi mendalam. Warisan leluhur ini terpancar melalui berbagai bentuk ekspresi, salah satunya adalah kata-kata mutiara atau pepatah. Kata-kata ini seringkali mengandung makna yang mendalam, relevan dengan berbagai aspek kehidupan, dan mampu memberikan panduan serta inspirasi dalam menjalani hari demi hari. Kekuatan kata-kata mutiara Bahasa Jawa terletak pada kesederhanaan ungkapannya yang justru menyimpan kebijaksanaan yang abadi. Ia bukan hanya sekadar rangkaian kata, melainkan cerminan dari pengalaman hidup, pengamatan terhadap alam, dan hubungan harmonis antara manusia dengan Sang Pencipta.

ADS

Dalam masyarakat Jawa, kata-kata mutiara seringkali digunakan sebagai nasihat, pengingat, bahkan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan. Ia diturunkan dari generasi ke generasi, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya. Mengingat dan memahami kata-kata mutiara ini bukan hanya sekadar melestarikan bahasa, tetapi juga melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Di tengah arus modernisasi yang deras, melestarikan filosofi Jawa melalui kata-kata mutiara menjadi semakin penting agar identitas diri dan jati diri tidak tergerus oleh perubahan zaman.

Berikut adalah 10 kata-kata mutiara Bahasa Jawa yang sarat filosofi, beserta penjelasan singkatnya, yang semoga dapat memberikan inspirasi dan pencerahan dalam menjalani kehidupan:

  1. “Urip iku urup.”

    Secara harfiah berarti “Hidup itu menyala.” Filosofi ini menekankan bahwa hidup harus memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Layaknya sebuah lilin yang menyala, hidup kita seharusnya memberikan penerangan, kehangatan, dan manfaat bagi lingkungan sekitar. Kita diajak untuk berkontribusi positif dan memberikan dampak baik kepada sesama, bukan hanya sekadar menjalani hidup secara pasif.

  2. “Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hara.”

    Artinya “Memperindah keindahan dunia, memberantas keburukan.” Kalimat ini mengandung makna tanggung jawab manusia sebagai bagian dari alam semesta. Kita memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian alam, menciptakan keharmonisan, dan memberantas segala bentuk kejahatan dan ketidakadilan. Ini adalah panggilan untuk menjadi agen perubahan positif di dunia ini.

  3. “Aja gumunan, aja kagetan, aja dumeh.”

    Terjemahan bebasnya adalah “Jangan mudah terkejut, jangan mudah heran, jangan mentang-mentang.” Pepatah ini mengajarkan kita untuk senantiasa rendah hati dan tidak sombong. Jangan mudah terpesona oleh hal-hal yang baru, jangan kaget dengan perbedaan, dan jangan merasa lebih tinggi dari orang lain. Sikap rendah hati akan membuka pintu untuk belajar dan berkembang.

  4. “Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha.”

    Kalimat ini menggambarkan sosok ideal yang memiliki kekuatan batin yang luar biasa. “Menyerang tanpa pasukan,” menunjukkan kemampuan untuk mengatasi masalah tanpa kekerasan. “Menang tanpa merendahkan,” berarti meraih kemenangan tanpa menginjak-injak harga diri orang lain. “Sakti tanpa ajian,” menggambarkan kekuatan yang berasal dari spiritualitas dan kebajikan. “Kaya tanpa harta,” menunjukkan kekayaan batin yang lebih bernilai dari kekayaan materi.

  5. “Ojo rumongso biso, nanging biso rumongso.”

    Artinya “Jangan merasa bisa, tapi bisalah merasa.” Pepatah ini menekankan pentingnya empati dan kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Jangan terlalu percaya diri dengan kemampuan diri sendiri, tetapi berusahalah untuk memahami perspektif orang lain. Dengan memiliki empati, kita dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dengan sesama.

  6. “Adigang, adigung, adiguna.”

    Tiga kata ini menggambarkan sifat-sifat buruk yang harus dihindari. Adigang berarti mengandalkan kekuatan, adigung berarti mengandalkan kekuasaan, dan adiguna berarti mengandalkan kepintaran. Pepatah ini mengingatkan kita untuk tidak sombong dan menyalahgunakan kekuatan, kekuasaan, atau kepintaran yang kita miliki.

  7. “Sak apik-apike wong yen aweh pitutur, luwih apik wong kang aweh tuladha.”

    Artinya “Sebaik-baiknya orang yang memberi nasihat, lebih baik orang yang memberi teladan.” Nasihat memang penting, tetapi teladan jauh lebih efektif. Tindakan nyata lebih berharga daripada sekadar kata-kata. Jadilah contoh yang baik bagi orang lain melalui perbuatan dan tingkah laku kita.

  8. “Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan.”

    Kalimat ini menggambarkan kebesaran Tuhan. “Tuhan itu dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa batasan.” Tuhan selalu hadir dalam setiap aspek kehidupan kita, meskipun kita tidak dapat melihat atau menyentuh-Nya. Kekuatan dan rahmat-Nya tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

  9. “Witing tresno jalaran soko kulino.”

    Artinya “Cinta tumbuh karena terbiasa.” Pepatah ini seringkali digunakan untuk menjelaskan proses tumbuhnya cinta antara dua insan. Cinta tidak selalu datang secara tiba-tiba, tetapi dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan kebiasaan bersama.

  10. “Becik ketitik, ala ketara.”

    Terjemahan bebasnya adalah “Yang baik akan terlihat, yang buruk akan tampak.” Pepatah ini mengajarkan bahwa setiap perbuatan, baik maupun buruk, akan selalu membuahkan hasil. Kebaikan akan selalu dikenang dan dihargai, sementara keburukan akan terungkap dan mendatangkan konsekuensi.

Semoga 10 kata-kata mutiara Bahasa Jawa ini dapat menjadi sumber inspirasi dan refleksi bagi kita semua dalam menjalani kehidupan. Mari kita lestarikan dan amalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya agar warisan budaya ini tetap hidup dan bermanfaat bagi generasi mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *